Wednesday, February 27, 2013

Contoh Teks Drama Bahasa Indoensia


Legenda Situ Bagendit
Garut adalah salah satu daerah di jawa Barat. Merupakan daerah yang subur dan memiliki banyak tempat wisata. Salah satunya adalah Situ bagendit. Dan cerita ini adalah mengenai asal-usul terbentuknya situ Bagendit.

Pada jaman dahulu kala disebelah utara kota garut ada sebuah desa yang penduduknya kebanyakan adalah petani. Karena tanah di desa itu sangat subur dan tidak pernah kekurangan air, maka sawah-sawah mereka selalu menghasilkan padi yang berlimpah ruah. Namun meski begitu, para penduduk di desa itu tetap miskin kekurangan.

Hari masih sedikit gelap dan embun masih bergayut di dedaunan, namun para penduduk sudah bergegas menuju sawah mereka. Hari ini adalah hari panen. Mereka akan menuai padi yang sudah menguning dan menjualnya kepada seorang tengkulak bernama Endit.

Endit adalah orang terkaya di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung padinya sangat luas karena harus cukup menampung padi yang dibelinya dari seluruh petani di desa itu. Ya! Seluruh petani. Dan bukan dengan sukarela para petani itu menjual hasil panennya kepada Endit.Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya dengan harga murah kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan Endit. Lalu jika pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli dari Endit dengan harga yang melambung tinggi.

Petani 1 : “Wah kapan ya nasib kita berubah tidak tahan saya hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak menghukum si lintah darat itu?”

Petani 2 : “Sssst, jangan kenceng-kenceng atuh, nanti ada yang denger!. Kita mah harus sabar! Nanti juga akan datang pembalasan yang setimpal bagi orang yang suka berbuat aniaya pada orang lain. Kan Tuhan mah tidak pernah tidur!”

Sementara itu Endit sedang memeriksa lumbung padinya.

Endit : “Barja… Bagaimana? Apakah semua padi sudah dibeli?”

Barja : “Beres Boleh diperiksa lumbungnya Lumbungnya sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita simpan di luar karena sudah tak muat lagi.”

Endit : “Ha ha ha ha…! Sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan membeli padiku. Aku akan semakin kaya!!! Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke tempat lain. Beri pelajaran bagi siapa saja yang membangkang!”.

Benar saja, beberapa minggu kemudian para penduduk desa mulai kehabisan bahan makanan bahkan banyak yang sudah mulai menderita kelaparan. Sementara Endit selalu berpesta pora dengan makanan-makanan mewah di rumahnya.
Penduduk desa : “Aduh pak, persediaan beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita terpaksa harus membeli beras ke Endit. Kata tetangga sebelah harganya sekarang lima kali lipat disbanding saat kita jual dulu. Bagaimana nih pak? Padahal kita juga perlu membeli keperluan yang lain. Ya Tuhan, berilah kami keringanan atas beban yang kami pikul.”
Begitulah gerutuan para penduduk desa atas kesewenang-wenangan Endit.

Suatu siang yang panas, dari ujung desa nampak seorang kakek yang berjalan terbungkuk-bungkuk. Dia melewati pemukiman penduduk dengan tatapan penuh iba.
Kepala desa : “sudah sabar saja, sayapun tidak dapat berbuat apa – apa.”

kakek : “Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya karena kelakuan seorang saja. Sepertinya hal ini harus segera diakhiri,”

kakek :“! Saya numpang tanya,”

Penduduk desa :“Ya kek ada apa ya?”

kakek : “Dimanakah saya bisa menemukan orang yang paling kaya di desa ini?”

Asih : “Oh, maksud kakek rumah Endit? Sudah dekat kek. kakek tinggal lurus saja sampai ketemu pertigaan. Lalu kakek belok kiri. Nanti kakek akan lihat rumah yang sangat besar. Itulah rumahnya. Memang kakek ada perlu apa sama Endit?”

kakek : “Saya mau minta sedekah,”

Asih : “Ah percuma saja kakek minta sama dia, ga bakalan dikasih. Kalau kakek lapar, kakek bisa makan di rumah saya, tapi seadanya,”

kakek : “Tidak perlu, Aku Cuma mau tahu reaksinya kalau ada pengemis yang minta sedekah. O ya, tolong kamu beritahu penduduk yang lain untuk siap-siap mengungsi. Karena sebentar lagi akan ada banjir besar.”

Asih : “kakek bercanda ya? Mana mungkin ada banjir di musim kemarau.”

kakek : “Aku tidak bercanda, Aku adalah orang yang akan memberi pelajaran pada Endit. Maka dari itu segera mengungsilah, bawalah barang berharga milik kalian,”


Sementara itu Endit sedang menikmati hidangan yang berlimpah, demikian pula para centengnya. Si pengemis tiba di depan rumah Endit dan langsung dihadang oleh para centeng.

Para Centeng : “Hei pengemis tua! Cepat pergi dari sini! Jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak kakimu!”

kakek : “Saya mau minta sedekah. Mungkin ada sisa makanan yang bisa saya makan. Sudah tiga hari saya tidak makan,”
Para Centeng : “Apa peduliku, Emangnya aku bapakmu? Kalau mau makan ya beli jangan minta! Sana, cepat pergi sebelum saya seret!”

Tapi si kakek tidak bergeming di tempatnya.

kakek : “Endit keluarlah! Aku mau minta sedekah. Endiiiit…!”

Endit : “Siapa sih yang berteriak-teriak di luar, Ganggu orang makan saja!”

Endit: “Hei…! Siapa kamu kakek tua? Kenapa berteriak-teriak di depan rumah orang?”

kakek : “Saya Cuma mau minta sedikit makanan karena sudah tiga hari saya tidak makan,”

Endit : “Lah..ga makan kok minta sama aku? Tidak ada! Cepat pergi dari sini! Nanti banyak lalat um baumu,”

Si kakek bukannya pergi tapi malah menancapkan tongkatnya ke tanah lalu memandang Endit dengan penuh kemarahan.

kakek : “Hei Endit..! Selama ini Tuhan memberimu rijki berlimpah tapi kau tidak bersyukur. Kau kikir! Sementara penduduk desa kelaparan kau malah menghambur-hamburkan makanan Aku datang kesini sebagai jawaban atas doa para penduduk yang sengsara karena ulahmu! Kini bersiaplah menerima hukumanmu.”

Endit : “Ha ha ha … Kau mau menghukumku? Tidak salah nih? Kamu tidak lihat centeng-centengku banyak! Sekali pukul saja, kau pasti mati,”

kakek : “Tidak perlu repot-repot mengusirku,” kata kakek. “Aku akan pergi dari sini jika kau bisa mencabut tongkatku dari tanah.”

Endit : “Dasar kakek gila. Apa susahnya nyabut tongkat. Tanpa tenaga pun aku bisa!”

Lalu hup! Endit mencoba mencabut tongkat itu dengan satu tangan. Ternyata tongkat itu tidak bergeming. Dia coba dengan dua tangan. Hup hup! Masih tidak bergeming juga.

Endit : “Sialan! Centeng! Cabut tongkat itu! Awas kalau sampai tidak tercabut. Gaji kalian aku potong!”

Centeng-centeng itu mencoba mencabut tongkat si kakek, namun meski sudah ditarik oleh tiga orang, tongkat itu tetap tak bergeming.

kakek : “Ha ha ha… kalian tidak berhasil? Ternyata tenaga kalian tidak seberapa. Lihat aku akan mencabut tongkat ini.”

Brut! Dengan sekali hentakan, tongkat itu sudah terangkat dari tanah. Byuuuuurrr!!!! Tiba-tiba dari bekas tancapan tongkat si kake menyembur air yang sangat deras.

kakek : “Endit! Inilah hukuman buatmu! Air ini adalah air mata para penduduk yang sengsara karenamu. Kau dan seluruh hartamu akan tenggelam oleh air ini!”

Setelah berkata demikian si kakek tiba-tiba menghilang entah kemana. Tinggal Endit yang panik melihat air yang meluap dengan deras. Dia berusaha berlari menyelamatkan hartanya, namun air bah lebih cepat menenggelamkannya beserta hartanya.

Di desa itu kini terbentuk sebuah danau kecil yang indah. Orang menamakannya ‘Situ Bagendit’. Situ artinya danau dan Bagendit berasal dari kata Endit. Beberapa orang percaya bahwa kadang-kadang kita bisa melihat lintah sebesar kasur di dasar danau. Katanya itu adalah penjelmaan Endit yang tidak berhasil kabur dari jebakan air bah.

No comments:

Post a Comment